Abraham Lincoln

Oleh: Dr. Zaprulkhan, Dosen UIN Bangka Belitung

Alkisah, seorang anak muda yang sangat miskin dari belantara Indiana, Amerika, bekerja sebagai pengupas jagung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun menariknya, pemuda ini sangat senang membaca. Di sela-sela rutinitas kerja kasarnya sebagai petani jagung, ia selalu memaksakan diri untuk menyediakan waktunya untuk membaca. Satu waktu, di salah satu pojokan pasar kumuh yang menjual buku bekas, ia melihat sebuah buku yang berjudul: The Life of George Washington. Sebuah maha karya tentang sejarah kehidupan George Washington, Presiden pertama Amerika Serikat yang legendaris dan mendapat julukan Bapak Bangsa Amerika itu.

Serta merta hasrat ingin menyimak kisah presiden pertama itu sangat menggelora dalam dadanya. Tapi apa daya, ia tidak mempunyai se-sen pun uang di sakunya. Dirinya diam terpatung memandangi buku itu dalam kegelisahan, bagaikan seorang pengemis yang terpatung membisu ketika melihat seonggok berlian di gerbang istana raja. Ia sangat membutuhkan berlian itu, namun bukan haknya.

Pemuda ini langsung berlari pulang menuju tempat perkebunan jagung ia bekerja. Dengan penuh semangat, ia bekerja lagi mencangkul tanah, menyemai bibit-bibit jagung, sekaligus menguliti kulit-kulit jagung yang telah di panen. Hasil jerih payahnya sedikit demi sedikit dikumpulkannya. Ketika sudah mencukupi, ia bergegas menuju penjualan buku loak itu dan membeli buku impiannya: The Life of George Washington. Lembar demi lembar, kalimat demi kalimat, paragrap demi paragrap dilahapnya buku itu sampai halaman terakhir. Ia terpesona dengan keberanian Washington sebagai Panglima perang kemerdekaan Amerika Serikat yang amat gagah berani, sekaligus sikap rendah hatinya kepada rakyat jelata yang papa.

Ia terpesona dengan kegigihan dan komitmen Washington dalam mendidik diri sendiri tanpa kenal lelah menjadi lebih baik. Ia terpesona dengan keteguhan Washington untuk selalu mengikuti prinsip hati nuraninya. Ia terpesona dengan konsistensi Washington memegang prinsip egaliter ketika ia menolak dijadikan seorang raja seperti Napoleon. Ia juga terpesona dengan kemampuan kendali diri Washington dari jebakan manisnya kekuasaan, tatkala ia menolak untuk menjabat sebagai Presiden ketiga kalinya, meski pun ia terpilih secara aklamasi sebagai presiden republik baru Amerika untuk dua periode. Ia terpesona dengan karakter Washington yang sanggup memberikan teladan terbaik dalam banyak dimensi bagi bangsanya.

Setelah membaca buku itu, ia menjadi sosok pemuda yang berbeda, yang sangat dipengaruhi Washington. Ia mengunjungi tetangga-tetangga senasib seperjuangannya yang papa sebagai pekerja di lahan pertanian jagung dan mengucapkan salam perpisahan: “Kawan-kawan, mulai hari ini, aku tidak ingin mencangkul tanah. Aku tidak ingin lagi menyemai, menanam benih-benih jagung. Aku tidak ingin lagi mengupas kulit-kulit jagung. Dan aku tidak ingin lagi membuat pagar-pagar di sekelilingnya”.

Teman-teman senasib seperjuangannya kaget dan bertanya, “Kalau engkau tidak mau bekerja sebagai petani jagung, lalu engkau mau menjadi apa?!”

Dengan anggun dan lantang ia menjawab, “I want to be a President of this country”, Aku ingin menjadi Presiden di negeri ini!”.

Spontan saja, teman-temannya tertawa terbahak-bahak sambil mengolok-ngoloknya: “Mana mungkin seorang anak kampung yang tinggal di pelosok bisa menjadi Presiden!? Mana mungkin seorang yang tidak mengenyam pendidikan formal sedikit pun mau menjadi Presiden?! Tidak mungkin seorang petani kumuh yang tidak mengenal politik, tata kelola pemerintahan, dan seluk beluk kenegaraan bisa menjadi Presiden?!” Bagi mereka, keinginan sang pemuda, tidak lebih dari igauan kosong anak kampung atau semacam mimpi di siang bolong!.

Akan tetapi sang pemuda tidak hanya mengukir impiannya di dunia angan. Ia benar-benar membangun fondasinya di dunia kenyataan. Sejak saat itu juga, ia hijrah mengunjungi pusat kota pemerintahan Amerika Washington DC dan berjuang mempertaruhkan segalanya untuk bisa menjadi penguasa Gedung Putih. Seperti figur Washington yang dikaguminya, ia berjuang dengan ketekunan, ketabahan, dan kegigihan yang sangat mengagumkan. Secara garis besar, spektrum perjuangnnya berlangsung seperti ini:

Masa kanak-kanak yang sangat sulit & Sekolah formal tidak sampai satu tahun.

Gagal dalam bisnis pada tahun 1831.

Dikalahkan dalam pemilihan anggota dewan legislatif, tahun, 1832.

Sekali lagi gagal dalam bisnis tahun 1833.

Terpilih menjadi anggota dewan legeslatif, 1834.

Tunangannya meninggal dunia, 1835.

Dikalahkan dalam pemilihan ketua parlemen, 1838.

Dikalahkan dalam pemilihan Elektor, 1840.

Menikah dan istrinya menjadi beban, 1842.

Hanya satu dari empat anak laki-lakinya yang hidup sampai lewat usia 18 tahun.

Dikalahkan dalam pemilihan anggota Kongres, 1843.

Terpilih menjadi anggota Kongres, 1846.

Dikalahkan dalam pemilihan anggota Kongres, 1848.

Dikalahkan dalam pemilihan Senator, 1855.

Dikalahkan dalam pemilihan Wakil Presiden, 1856.

Dikalahkan dalam pemilihan Senator, 1858.

Terpilih menjadi Presiden pada usia 60 tahun.

Ya, pemuda itu adalah Abraham Lincoln yang menjadi Presiden Amerika Serikat ke-16. Mengenai perbandingan antara George Washington dan Abraham Lincoln, seorang penulis kontemporer tentang biografi tokoh-tokoh berkarakter secara populer, melukiskan benang merah peran kedua tokoh besar tersebut bagi Amerika Serikat: Dalam kisah tahunan dari sejarah Amerika, hanya dua orang yang mustahil tergantikan sebagai penyelamat bangsa, yaitu Abraham Lincoln dan George Washington. Mustahil diperdebatkan bahwa bangsa Amerika Serikat sulit bertahan jika kedua orang itu tidak hadir pada saat-saat layanan mereka dibutuhkan.
*. *. *

Ketika membaca kisah ini, bulu kuduk saya merinding karena terharu sekaligus takjub dengan impian yang begitu tinggi dan diikuti dengan komitmen total, perjuangan, pengorbanan, dan kegigihan tanpa kenal lelah sampai benar-benar mampu mengenggam impian besarnya dari seorang bocah pelosok Indiana yang belum banyak mengenal panggung kekuasaan, yang bernama Abraham Lincoln. Tapi saya tidak boleh berlama-lama dalam ketakjuban. Mari kita memetik beberapa mutiara hikmahnya.

Pertama, the power of reading book. Kekuatan dari pengaruh bacaan. Bayangkan dari seorang anak muda kampung yang tidak pernah sedikitpun mencium aroma kekuasaan, langsung memasang impian di puncaknya kekuasaan sebagai seorang Presiden hanya karena membaca sebuah buku. Dari seorang petani jelata segera ingin menjadi seorang penguasa bangsa. Dari seorang yang tidak mempunyai peran bermakna bagi siapa pun tiba-tiba hendak menjadi seorang yang memberikan arti bagi jutaan manusia. From nobody become somebody. Semua itu hanya karena sengatan inspirasi dari sebuah buku bacaan.

Simaklah perjalanan orang-orang besar, maka kita akan menemukan bagaimana kehidupan mereka berubah menjadi lebih bermakna karena bacaan. Sastrawan sekaligus filsuf besar abad 19, Ralph Waldo Emerson, terinspirasi pada karya tulis Walt Whitman, Leaves of Grass, yang mendorongnya menjadi penulis ternama. Aristoteles, filsuf Yunani klasik yang mendapat julukan the first teacher, guru pertama itu, tergelitik nalar kreatifnya dengan mengkaji traktat-traktat filosofis dari gurunya, Plato. Imam Syafi’i begitu terinspirasi kepada karya-karya Imam Malik, sehingga mengantarkannya bersimpuh dan berguru kepadanya, agar bisa menjadi ulama besar seperti Imam Malik.

Imam Ghazali yang berguncang kesadaran spiritualnya saat menyelami karya-karya Imam Qusyairi, Abu Thalib al-Makki dan Al-Muhasibi. Said Nursi yang langsung berubah meninggalkan semua pesona kenikmatan semu duniawi dan secara total mengabdi kepada Allah dengan menulis Risalah An-Nur setelah mendapat pencerahan spiritual dari karya Abdul Qadir Jilani, Futuhul Ghaib. Demikianlah seterusnya, kalau kita menyingkap ke belakang layar kehidupan orang-orang besar dalam berbagai aspek kehidupan, maka kita akan menemukan bahwa salah satu faktor yang menggerakkan mereka adalah bacaan-bacaan yang mereka kaji sebelumnya. That’s the power of reading.

Sayangnya, tradisi membaca belum tumbuh dan berkembang dalam tubuh umat Islam, khususnya umat Islam di Indonesia. Budaya masyarakat kita masih watching society, masyarakat penonton yang lebih banyak menghabiskan waktu luangnya untuk hiburan menonton TV atau mendengar musik. Fenomena ini juga bisa kita lihat saat kita bepergian: di bandara, stasiun, terminal, atau tempat-tempat umum. Ketika menunggu pesawat, kereta, atau mobil, orang-orang kita banyak yang sibuk bermain HP, mendengar musik, atau asyik bercengkrama bersama tablet. Namun kalau ada orang-orang Barat, Eropa, atau Jepang, mereka biasanya sibuk membaca buku dengan serius. Sehingga wajar bila kemajuan mereka jauh melampaui kita.

Kedua, membaca sejarah kehidupan orang-orang besar. Sejarah hidup orang-orang besar itu magnet yang bisa menarik kita merasakan getaran kehebatan dan kebesaran mereka. Ketika kita membaca sejarah hidup orang-orang besar, kita menyimak seluruh aspek kehidupan mereka yang mengagumkan: tutur katanya, gaya hidupnya, sikapnya, prinsip-prinsipnya, nilai-nilainya, tindakannya, keberaniannya, karakternya, dan semua pengalaman hidup mereka.

Dalam seluruh pengalaman hidup itu, karena mereka telah menjadi orang besar, sehingga serpihan-serpihan pengalaman hidup mereka menjelma kebesaran pula. Konsekuensinya: pengalaman hidup mereka akan mampu meniupkan spirit inspirasi, motivasi, sekaligus mentransformasi wajah kehidupan orang-orang yang menyimaknya. Itulah alasannya mengapa meskipun orang-orang besar telah lama meninggal dunia, namun pesan-pesan luhur mereka masih tetap hidup bersama kita hari ini hingga esok hari. Wanginya aroma kebajikan mereka tak lekang oleh putaran sang waktu.

Oleh karena itu, mulai hari ini mari kita tumbuhkan benih-benih semangat membaca itu dalam diri kita masing-masing. Mulailah dengan membaca bacaan-bacaan yang paling kita sukai. Entah itu novel-novel inspiratif tentang percintaan, kasih sayang, atau pun detektif. Entah itu buku-buku bertema keagamaan, moral, dan pendidikan. Atau pun buku-buku yang berbicara tentang pesan-pesan sosial, politik, budaya, filsafat, dan spirit motivasi mengenai semangat hidup. Kita mesti belajar untuk menumbuhkembangkan spirit membaca.

Sebab kata orang-orang bijak, Our future, five, ten, or twenty years from now on, depends on what book we read. Sebab seperti Abraham Lincoln, siapa tahu melalui inspirasi bacaan itu, Allah mengangkat Anda dari orang biasa menjadi luar biasa, dari orang kecil menjadi orang besar, dari orang desa yang tidak dikenal siapa pun menjadi sosok ternama dalam kebajikan yang dikenal oleh banyak orang dan dunia.
Membaca-lah, sebab dengan membaca itulah kita akan mengenal dunia;

Menulis-lah, sebab dengan menulis itulah kita akan dikenal dunia, semoga.

One thought on “Mimpi Jadi Presiden”
  1. Abraham Lincoln, adalah bukti nyata, bahwa membaca dapat mengubah impian kosong yang mustahil bisa menjadi kenyataan.
    Tentu, membaca sebagai jendela dunia memiliki motivasi yang kuat untuk mengembangkan pemahaman, pengetahuan, dan wawasan kita tentang dunia di sekitar kita. Berikut adalah beberapa alasan mengapa membaca dapat dianggap sebagai jendela dunia:
    Pengetahuan yang Luas: Membaca memungkinkan kita untuk memperluas pengetahuan kita tentang berbagai topik dan subjek. Buku-buku, artikel, dan sumber-sumber lainnya memberikan informasi yang beragam, mulai dari sejarah, ilmu pengetahuan, sastra, budaya, hingga filosofi. Dengan membaca, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang berbagai aspek kehidupan manusia.
    Pemahaman tentang Kebudayaan: Buku-buku dan literatur dari berbagai negara dan budaya memungkinkan kita untuk memahami pandangan dunia, tradisi, dan kehidupan sehari-hari orang-orang di tempat-tempat yang berbeda. Ini membantu kita memperluas perspektif kita, menghargai keberagaman, dan memahami perbedaan budaya.
    Mengasah Imajinasi: Membaca fiksi, seperti novel dan cerita pendek, memberi kita kesempatan untuk memasuki dunia imajinasi. Ini melatih pikiran kita untuk berpikir kreatif, mengembangkan empati, dan melihat dunia melalui sudut pandang yang berbeda. Buku-buku fiksi juga dapat memberi kita wawasan tentang kehidupan dan perasaan manusia.
    Inspirasi dan Motivasi: Banyak buku yang ditulis oleh orang-orang yang berprestasi dalam berbagai bidang memberikan inspirasi dan motivasi bagi pembacanya. Biografi, memoar, dan buku self-help dapat memberikan wawasan tentang perjuangan, pencapaian, dan kesuksesan individu yang menginspirasi kita untuk mencapai tujuan dan impian kita sendiri.
    Pembuka Pikiran: Membaca memperluas cara berpikir kita dan membantu kita melihat masalah dan situasi dengan sudut pandang yang berbeda. Ini dapat membantu kita dalam proses pengambilan keputusan yang lebih baik, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh perspektif yang lebih luas tentang dunia di sekitar kita.
    Mengurangi Keterbatasan Geografis: Melalui membaca, kita dapat mengatasi keterbatasan geografis dan menjelajahi tempat-tempat yang jauh secara virtual. Dengan membaca tentang perjalanan, eksplorasi, dan deskripsi tempat-tempat di seluruh dunia, kita dapat merasakan pengalaman yang baru dan mendapatkan pemahaman tentang keindahan dan keragaman dunia.
    Membaca sebagai jendela dunia memberikan kesempatan untuk terus belajar, tumbuh, dan memperluas pemahaman kita tentang dunia. Ini adalah sumber yang tak ternilai untuk pengetahuan, inspirasi, dan pengembangan pribadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *