Oleh: Prof. Hadi Susanto, Guru Besar Khalifa University, Abu Dhabi
**************
Pengepungan kota Baghdad (1258) oleh Bangsa Mongol selama 13 hari adalah awal kehancuran Khilafah Abbasiyah [1]. Diceritakan antara ratusan ribu hingga jutaan warga dipenggal kepalanya. Buku-buku dihancurkan. Peristiwa besar itu dipercaya tidak hanya menghancurkan dinasti Abbasiyah, tapi juga The Golden Age of Islamic Science.
Tapi tidak menurut sebagian saintis Barat. Menurut mereka, penyebab utama kemunduran peradaban keilmuan Islam adalah Imam Ghazali, seperti dalam video.
Potongan video saya ambil dan terjemahkan dari kuliah umum Neil deGrasse Tyson di the University of Washington, Madison, Amerika pada 12 Mei 2011 [2]. Neil Tyson adalah fisikawan/astronom sekaligus komunikator sains ternama. Latar belakang pendidikannya dari kampus-kampus top Amerika, seperti Harvard, Columbia dan Princeton. Sekarang dia direktur the Hayden Planetarium yang merupakan bagian dari the American Museum of Natural History di New York.
Di bagian awal kuliah (saya tidak ikutkan), Tyson bicara tentang the Golden Age of Islamic Science yang “there was no greater golden age in the history of the world before or after”. Tidak ada golden age lain dalam sejarah dunia yang lebih besar pengaruhnya.
Kejayaan itu kemudian berakhir.
Bila hampir semua buku sejarah mengatakan keruntuhan itu karena serangan bangsa Mongol, bagi banyak ilmuwan Barat, termasuk Neil Tyson dan Steven Weinberg (Nobel Fisika) [3], hilangnya tradisi keilmuwan umat Islam justru karena Imam Ghazali.
—
Kenapa bukan invasi bangsa Mongol?
—
Karena terbunuhnya para ilmuwan dan hangusnya buku-buku ilmu pengetahuan tidak serta-merta membunuh budaya keilmuan. Pengembangan iptek akan terhenti, tapi tradisi tidak otomatis mati. Hanya perubahan pemikiran yang dapat membunuh budaya.
—
Kenapa Imam Ghazali?
—
Karena beliau ulama besar dan pemikirannya mengkritisi filosofi. Dalam bahasa Newton (“If I have seen further, it is by standing on the shoulders of giants”), Imam Ghazali adalah salah satu raksasa. Buku-bukunya, terutama Tahafutul Falasifah (Kerancuan Para Filosof) [4], dipandang sebagai faktor utama pengubah pemikiran umat Islam terhadap sains. Dalam bahasa sekarang, Tahafutul Falasifah mungkin bisa diterjemahkan Ketidakkonsistenan Para Ilmuwan. Kenapa ilmuwan, bukan filosof? Karena yang disebut filosofi waktu itu adalah segala ilmu pengetahuan yang bergantung pada logika. Buku Isaac Newton tentang mekanika klasik dan kalkulus juga diberi judul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica.
Tidak hanya Imam Ghazali, secara umum ilmuwan Barat menganggap kemunduran sains umat Islam karena akidah/teologi Asy’ariyah [5].
Emang Ada Hubungan Sains dan Akidah?
Bagi Barat, pemisahan sains dan agama adalah pondasi kemajuan iptek. Rasionalisme adalah kunci bagi mereka. Akidah yang paling dekat dengan pandangan itu adalah Mu’tazilah (dengan rasionalisme Yunani-nya) yang diadopsi oleh Khilafah Abbasiyah. Di sisi sebaliknya, Imam Ghazali justru berusaha menyelaraskan agama dan sains. Contoh: menyelaraskan bagaimana sifat api yang membakar (dalam sains) dengan kisah Nabi Ibrahim yang dibakar Namrud tapi tidak terbakar (dalam agama). Karena pemikiran yang semacam ini, Imam Ghazali dipandang sebagai anti-rasionalis.
Terlebih lagi, Imam Ghazali (dan para ulama Asy’ariyah) telah membuat akidah Mu’tazilah terpinggirkan atau bahkan hilang dari sebagian besar umat Islam. Bagi ilmuwan Barat, inilah penjelasan kenapa tidak ada lagi muslim di garda terdepan pengembangan saintek.
—
Apakah benar demikian?
—
Dalam video, Neil Tyson bilang bahwa Imam Ghazali menganggap matematika adalah pekerjaan setan, “the manipulation of numbers is the work of the devil.” Dalam banyak ceramahnya, kalimat ini disampaikan berulang-ulang. Karena pekerjaan setan, -menurut Neil Tyson- Imam Ghazali berpendapat matematika harus ditinggalkan. Padahal sebagai bahasa alam semesta, tanpa matematika maka tak ada lagi IPTEK.
Masalahnya adalah Neil Tyson tidak mencantumkan rujukannya dan saya tidak tahu di kitab mana Imam Ghazali berpendapat demikian.
Yang Saya Temukan Malah Sebaliknya
Dalam kitab Tahafutul Falasifah [5], walaupun judulnya seakan-akan menyerang ilmuwan secara umum, Imam Ghazali menulis tidak ada pertentangan antara Matematika dan IPA dengan agama. Dalam Ihya’ Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu Agama), beliau menulis matematika adalah bidang ilmu yang terpuji (mamduh) dan mempelajarinya adalah fardhu kifayah [6]. Dalam Al-Munqidh min al-Dalal (Penyelamat dari Kesesatan) [7], Imam Ghazali membagi filosofi dalam enam kategori: matematika, logika, IPA, metafisika (ketuhanan), politik, dan moral. Menurut Imam Ghazali matematika adalah ilmu yang netral sehingga karya matematika Plato dan Aristoteles tidak masalah untuk dipelajari dan dikembangkan.
Dengan fatwa-fatwa yang seperti itu, apa mungkin Imam Ghazali mengatakan Matematika adalah pekerjaan setan yang di kemudian hari menyebabkan kemunduran IPTEK di dunia Islam?
Ada-ada saja.
Referensi:
[1] https://en.wikipedia.org/wiki/Siege_of_Baghdad_(1258)
[2] https://www.youtube.com/watch?v=wp6cnp1kZBY
[3] https://www.youtube.com/watch?v=Bn8EzB7L-ow
[4] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali, Tahafutul Falasifah (Incoherence of the Philosophers),
https://ia801304.us.archive.org/…/Al%20Ghazali…
[5] https://www.thenewatlantis.com/…/why-the-arabic-world…
[6] https://ghazali.org/books/ihya-v1.pdf
[7] http://www.ghazali.org/books/gz-wat-del.pdf
Dengan fatwa-fatwa yang seperti itu, apa mungkin Imam Ghazali mengatakan Matematika adalah pekerjaan setan yang di kemudian hari menyebabkan kemunduran IPTEK di dunia Islam?
Tidak mungkin Imam Ghazali mengatakan bahwa matematika secara keseluruhan adalah pekerjaan setan yang menyebabkan kemunduran IPTEK di dunia Islam. Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pernyataan Imam Ghazali tentang matematika.
Pertama, Imam Ghazali hidup pada abad ke-11, ketika dunia Islam masih sangat maju dalam bidang matematika dan sains. Pada saat itu, ilmuwan Muslim seperti Al-Khwarizmi, Al-Farabi, dan Ibn al-Haytham telah membuat kontribusi besar dalam matematika, astronomi, dan fisika. Oleh karena itu, tidak masuk akal bagi Imam Ghazali untuk mengatakan bahwa matematika secara keseluruhan adalah pekerjaan setan yang menyebabkan kemunduran IPTEK di dunia Islam.
Kedua, Imam Ghazali memang menulis tentang bahaya mempelajari matematika dan sains jika ditekuni secara berlebihan tanpa diimbangi dengan kegiatan spiritual. Ia menganggap bahwa terlalu banyak fokus pada matematika dan sains dapat mengalihkan perhatian dari kegiatan spiritual yang lebih penting. Namun, Imam Ghazali juga mengakui pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, ia menyarankan agar mempelajari matematika dan sains dengan bijak dan seimbang.
Ketiga, pernyataan Imam Ghazali tentang matematika dan sains telah menjadi bahan kontroversi dan terus diperdebatkan di kalangan cendekiawan Muslim. Beberapa cendekiawan menganggap bahwa pernyataan Imam Ghazali telah diputarbalikkan atau keliru diinterpretasikan. Sebaliknya, beberapa cendekiawan lainnya menganggap bahwa Imam Ghazali memang mengkritik penekanan berlebihan pada ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa memperhatikan kegiatan spiritual.
Dalam kesimpulannya, Imam Ghazali mungkin menyarankan agar mempelajari matematika dan sains dengan bijak dan seimbang, tetapi tidak mungkin ia mengatakan bahwa matematika secara keseluruhan adalah pekerjaan setan yang menyebabkan kemunduran IPTEK di dunia Islam.
assalamu alaikum
izin berpendapat, pertama tuduhan tanpa bukti yang dilakukan oleh ilmuwan barat yang didalam ada eil Tyson dan Steven Weinberg adalah perbuatan yang keji. sedangkan dalam kajian diatas terlihat jelas bukti bahwa pendapat imam ghozali tentang Ilmu Matematika jelas di fardlukan itu termaktum dalam kitab2 yang sampai sekarang masih terus di kaji oleh ulama dan kiai zaman now, termasuk kiai Bahaudin Nur Salim. hal ini sesungguhkan mematahkan tuduhan terhadap al ghozali.
Yang Sesungguhnya saya rasakan adalah ilmu sains dalam islam telah maju sekian tingkat dan lebih ke terapannya di kehidupan masyarakat seperti kalender, dan lain-lain.