Oleh: Dr. Mahrus el-Mawa, Wali Santri
Awal Ramadlan tahun 2023 telah ditetapkan pemerintah Republik Indonesia. Hari Kamis Pon 23 Maret 2023 sebagai awal Ramadlan atau tanggal 1 bulan puasa Ramadlan 1444 H. Penetapan pemerintah tersebut berimplikasi beberapa hal bagi santri yang ingin menempa dirinya secara psikis, mental dan intelektual. Penempaan ini tentu dalam konteks belajar seorang santri yang punya tradisi “ngaji pasanan”. Secara spesifik, tulisan pendek ini mengambil kasus santri putri.
Istilah “Ngaji Pasanan” di beberapa tempat berbeda namanya, ada “Ngaji Pasaran” dan lain sebagainya. Singkatnya, Ngaji pasanan itu belajar atau mengaji kitab kuning dari awal hingga akhir (khatam) satu atau beberapa kitab yang dibaca selama bulan Ramadlan. Biasanya, santri yang mengaji itu santri kelana, yang memilih satu pesantren selama bulan Ramadlan. Waktu mengajinya juga berbeda-beda, biasanya rerata berakhir atau khatam pada tanggal 17 malam bulan Ramadlan. Kitabnya seringkali tidak terlalu tebal, seperti kitab Tanqihul Qaul, Risalatul Mu’awanah, dan Fathul Ghaits. Belakangan, karya Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlus Sunnah Waljana’ah juga diajarkan.
Di antara implikasi penetapan tanggal 1 Ramadlan itu menentukan awal ngaji pasanan dimulai. Bagi santri putri yang tinggal jauh di kota nun jauh berbeda dari pesantren pilihannya tentu perlu strategi khusus supaya tidak terlambat mengikutinya. Bagi santri putra yang terbiasa simpel, implikasinya tentu lebih sederhana. Dalam konteks inilah “penempaan” santri putri harus lebih prepare. Penetapam tanggal 1 puasa juga berimplikasi pada akhir ngaji pasanan.
Sebutlah Pondok Pesantrwn Hidayatul Mubtadiat Lirboyo Kediri Jawa Timur yang dipilih santri putri tersebut. Sebagai santri pendatang atau kelana,, saat registrasi ditanya panitia, apakah adik punya teman santri putri di pesantren? Ketika dijawab hanya sendirian, maka sudah terbayang penempan jiwa, mental dan intelektualnya. Jawabannya penuh keyakinan dan penuh tantangan.
Untuk penempaan jiwa dan mental ini lebih dilihat lagi pada aspek fisik, misalnya di tengah program anti bullying, seorang santri putri kelana yang datang sendirian dikhawatirkan mengalami hal tersebut. Terlebih lagi, jika sang santri putri baru beradaptasi dengan teman baru di lingkungan yang baru pula. Adaptasi diperlukan demi kemudahan, kesuksasan dan kelancaran dalam “Ngalap Berkah” ngaji pasanan.
Memaknai dan berharap “berkah” itulah salah satu fungsi ngaji pasanan. Kemungkinan pertama, sebutlah seorang santri putri yang berasal dari pondok pesantren al-badi’iyah kajen itu salah seorang kyai/nyainya pernah juga nyantri di lirboyo (mubtadi’at). Tabarrukan ilmu dari proses transformasi pengetahuan guru dan murid. Keberanian itulah kemungkinan yang mendasarinya. Secara tidak disengaja, praktik ngaji pasanan ini bagian dari merdeka belajar yang sedang dipraktikkan Kemendikbud untuk kurikulumnya. Artinya tradisi Pendidikan Pesantren melalui ngaji pasanan dapat menjadi Best practice dari merdeka belajar. Santri putri ini oleh sekolah madrasahnya seperti diwajibkan untuk menjadi santri kelana.
Secara intelektual, keragaman atau kesamaan kitab yang diajarkan dalam ngaji pasanan itu akan memberi warna keunikan atau kekhassn baca dan pemaknaan, sebuah kitab tertentu. Baik cara baca dengan tata bahasa Arab yang benar dan konsisten maupun lain-lainnya. Dari ngaji pasanan ini. Yang pasti, adanya keragaman khazanah tradisi lisan itu menjadikan kita dapat lebih memahami kekayaan dan keluasan ilmu para kyai, nyai, gus, ning maupun asatidz.
Akhirnya, dengan penetapan 1 Ramadlan sebagai awal puasa oleh pemerintah, semoga menjadikan tradisi ngaji pasanan yang sudah berlangsung lama oleh para kyai, pengasuh pesantren nahdliyyin ini tetap berlanjut sesuai dengan perubahan zaman, situasi dan kondisi yang terus menerus berubah ini. Sisi lainnya lagi, ngaji pasanan dapat menjadi penempaan jiwa, mental dan intelektual para santri di tengah tantangan gadget, medsos dst.
Ngaji Pasanan atau Ngaji Pasaran memang istilah yang cukup umum digunakan di Indonesia untuk menggambarkan kegiatan belajar mengaji kitab kuning selama bulan Ramadhan. Kegiatan ini merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak lama dan menjadi salah satu bentuk ibadah yang banyak dilakukan oleh umat muslim di Indonesia.
Dalam kegiatan ngaji pasanan, biasanya para santri atau peserta akan belajar secara intensif selama sebulan penuh di suatu pesantren atau tempat belajar tertentu. Mereka akan belajar satu atau beberapa kitab kuning secara sistematis dari awal hingga akhir, dengan tujuan untuk memperdalam pemahaman mereka terhadap ajaran Islam.
Beberapa kitab kuning yang biasanya dipelajari dalam kegiatan ngaji pasanan antara lain kitab Tanqihul Qaul, Risalatul Mu’awanah, dan Fathul Ghaits. Selain itu, karya Hadratusy Syaikh Hasyim Asy’ari, Risalah Ahlus Sunnah Waljana’ah juga menjadi bahan pelajaran yang penting.
Meskipun kegiatan ngaji pasanan sudah cukup umum dilakukan, namun setiap daerah di Indonesia mungkin memiliki istilah yang berbeda-beda untuk menggambarkan kegiatan belajar ini. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan bahasa atau budaya setempat.